Selasa, Maret 17, 2009

Kelok Ampek-Ampek

Awal tahun ini aku dapet kerjaan di Padang lagi. Karena sudah beberapa kali ke padang, maka sekarang aku sempatin booking hotel dulu sebelum berangkat. Takutnya pengalaman tahun lalu terulang lagi, seminggu sampe pindah hotel tiga kali. Kali ini pas akhir pekan aku jalan-jalan ke danau Maninjau yang berada di wilayah Kabupaten Agam. Mengikuti kata temen-temen yang pernah ke Maninjau, rute yang paling enak adalah naik ke Puncak Lawang dari Bukittinggi, baru pulangnya turun ke arah Bayur melewati kelok ampek-ampek yang terkenal itu.

Sebenarnya aku pengen banget naik kereta api wisata “Mak Itam” rute Padang Panjang-Sawah Lunto yang lewat jembatan merah itu tuh, tapi karena gak dapet info yang jelas tentang biaya dan waktu perjalanannya, ya gak jadi deh. Ada yang unik dan menarik waktu lewat Mapolresta Bukittinggi, disitu ada monumen kematian yang terbuat dari tumpukan helm batok bekas. Lebih dari 1500 lebih helm batok non standar hasil razia polisi yang sudah dirusak ditumpuk tinggi menjadi monumen kematian.

Setelah menempuh tiga jam perjalanan dari Padang, akhirnya sampai juga ke Puncak Lawang dan menikmati keindahan Danau Maninjau. Sejuknya udara dan rimbunnya pohon pinus mampu menarik banyak pasangan muda-mudi untuk datang ke Puncak Lawang. Puas menikmati keindahan Puncak Lawang, aku turun melewati kelok ampek-ampek ke arah Bayur. Sopir yang membawaku rupanya paham betul daerah kelok ampek-ampek, makanya dia berani ngebut. Padahal jalanannya pas banget untuk papasan dua mobil, ditambah kelokan tajam dan turunan curam sebanyak 44 buah dalam jarak pendek. Fiuuh, menegangkan.

Sampai daerah Bayur, aku beristirahat sejenak untuk sholat Ashar di Masjid Raya Bayur yang diresmikan penggunaannya oleh Bachtiar Chamsah, Mensos jaman Megawati. Masjid ini nampak indah dengan perpaduan gaya arsitektur pagoda Thailand dipadu dengan gonjong rumah gadang khas Minang. Puas deh seharian jalan-jalan mengelilingi danau Maninjau, jadi fresh lagi untuk ngelanjutin pekerjaan yang sudah menunggu.

Kamis, Maret 12, 2009

kerja liburan


Seberapa sering kamu melihat melihat gunung dan sawah dipagi hari kawan? Bayangkan ketika kamu bangun dipagi hari menghirup udara segar, lalu berjalan kaki tanpa sandal merasakan sejuknya embun yang menempel pada rumput di halaman, melihat para petani menggarap sawah menjelang siang. Nikmat benar kawan, apalagi sarapan sudah tersedia lengkap dengan segelas kopi dan sepiring gorengan.
Tapi ini bukan liburan, ini adalah kegiatan tiap hari selama dua minggu aku di Trenggalek karena urusan pekerjaan. Pekerjaan berat terasa ringan serasa liburan. Beda banget dengan suasana kerja di ibukota yang serasa dikejar setan.
Jadi inget masa kecil dikampung, ketika keluar kabut dari hembusan nafas di pagi hari. Kemana semua kesejukan menghilang digantikan asap dari kendaraan berlalu lalang. Mestikah atas nama kemajuan semua itu dikorbankan?

Senin, Maret 02, 2009

Rindu Rasul

Ketika pulang kampung kemarin, trenyuh rasa hati ini mendengarkan suara bacaan Berjanji berkumandang bersahut-sahutan di masjid-masjid dan musholla dekat rumah. Ramainya suara anak kecil berebut mik untuk meneriakkan sholawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW diiringi suara rebana bertalu-talu menambah rasa haru di dada.

Memang saat ini bertepatan dengan bulan Rabiul Awal 1430 Hijriyah atau biasa disebut bulan Mulud oleh orang jawa. Dan kebetulan lagi tanggal 12 Rabiul Awal tahun ini bertepatan dengan hari Senin, pas bener dengan hari lahir Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Orang-orang kampungku biasanya mengadakan barjanji mulai tanggal 1-12 Mulud atau biasa disebut
Muludan. Bacaan barjanji sendiri merupakan bacaan puitis yang intinya merupakan ekspresi pernyataan cinta kepada Kanjeng Nabi Muhammad.

Duh mengapa di belantara ibukota ini, aku merasa merana karena tidak banyak menemukan dan mengungkapkan rasa cinta dan rindu kepada junjungan kita Rasul di akhir zaman…